Reyeng merupakan salah satu komoditas utama di Desa Tambakroto, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan. Kerajinan tersebut semacam wadah atau tempat yang terbuat dari bambu untuk menempatkan ikan pindang. Warga desa sudah membuat reyeng selama 20 tahun lebih dan dijadikan komoditas utama mereka. Meskipun harga masih terbilang cukup murah, yaitu Rp 11,-/reyeng, namun mampu bertahan selama itu karena kebutuhan akan reyeng ini semakin marak dan meningkat. Warga desa sudah memasarkan reyeng ini dari daerah Rembang hingga Jakarta. Jakarta merupakan daerah peminat ikan pindang terbesar selama ini, sehingga membutuhkan reyeng yang banyak juga untuk memenuhi permintaan tersebut.
Selain reyeng, warga Desa Tambakroto juga mempunyai potensi produk lainnya, yaitu kerajinan hiasan kayu (bahan dari limbah kayu pabrik), batik, desa wisata, dan lain sebagainya. Potensi-potensi tersebut sangat diperlukan untuk perkembangan dan kemajuan desa, terutama dari segi ekonomi. Diperlukan keahlian khusus untuk memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi terkini agar pemasaran produk-produk tersebut dapat lebih luas lagi.
Adanya hal tersebut, tim dosen S1 Bisnis Digital Universitas Ngudi Waluyo (UNW) melakukan pelatihan digital marketing dan standardisasi produk untuk warga Desa Tambakroto. Pelatihan ini dilakukan pada Kamis (9/9) dalam rangka memenuhi kewajiban Tri Dharma, yaitu pengabdian kepada masyarakat. Adanya kegiatan ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan pelatihan yang dapat digunakan warga untuk mengembangkan kompetensi mereka dalam memasarkan produk desa melalui digital/online. Standardisasi produk juga dubutuhkan agar produk-produk desa lebih unggul dan menarik untuk dipasarkan ke konsumen luas.
Selanjutnya, adanya kegiatan ini dapat mengembangkan kerja sama yang baik antara sivitas akademika Bisnis Digital UNW dengan warga Desa Tambakroto, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan.